top of page

Lebih Baik Begitu


HAHAHA Tawa kami waktu itu. Gue dan temen temen segeng tahun akhir gue. Di ruangan itu. Ruangan yang mungkin nggak semua murid di kampus ini tau. Ruang yang kemudian menyimpan semua sejarah dan cerita cerita kami. Gue tersenyum mengingatnya. Menyenangkan sekali masa masa itu. Kadang kita nggak pernah tau apa yang bakal terjadi dari garis hidup yang sedang kita jalani Dan apa yang mengantarkan kita kepada garis akhir.

Tangannya menepuk punggung tangan gue. "Jadi putus?" Tanyanya santai sambil nyengir. Namanya Grandy. "Ya gitu deh." Jawab gue sambil tersenyum absurd mencoba mengerti arah pembicaraan. Dia ngakak luar biasa. Emang temen temen gue selalu paling bahagia kalau gue putus. No question needed.. "Oh iya! Waktu itu lo pernah bilang kabarin lo kalau udah putus" kata gue Bola matanya berputar keatas dan menarik alis matanya, mengira ngira karena hal itu diutarakannya 2 setengah tahun lalu. "Oh! Ya!" Katanya. Mata sipit karena turunan chinnesenya melebar. "Biasa ada yang suka sama lo" ujarnya santai. Tawanya lepas seakan itu adalah hal paling lucu. "Lo lama sih." Tambahnya. Gue hanya menanggapi dengan tersenyum. Ya mau gimana lagi. Dalam hidup kan kadang memang harus ada yang dikorbankan.

source : boxeehq.com

"Siapa?!!" Tanya perempuan di sebelah gue, Ara, dengan semangat.

Grandy cuma mesem mesem tanpa menjawab pertanyaan. "Waktu itu lo bilang gue nggak kenal dia. Siapa yaa, kok bisa suka gue." Tambah gue sambil beneran mikir "Ya namanya suka, siapa yang bisa ngatur." Jawabnya singkat. Bener juga sih. Gue juga pernah liat cowok anak seangkatan gue. Kenal sih enggak, tau namanya juga dulu enggak. Tapi gue bisa bilang "cowok itu menarik, tipikal gue dari segi apapun". Tapi yaudah. Nggak pernah cari tahu tentang dia. Paling kalau papasan suka senyum sendiri. Ganteng banget abisnya. Itu juga jarang papasan. "Elah lama lo gren, buruan ah" Sara, teman gue satu lagi yang selalu habis kesabaran dengan kelakuan Grandy yang melulu mengulur waktu. "Hahahahhaa iyaa lo tau pasti sering ngeliat anaknya, itu loh si ...." "Gran? Jadi?" Tiba tiba suara cowok di belakang membuat kami semua balik menghadap ke sumber suara. Berdiri tegap di depan pintu masuk. Mungkin jaraknya sekitar 200 meter dari kami. Gue langsung terenyuh. Cowok itu.

Yang baru aja gue deskripsikan. Cowok yang selama ini selalu gue kagumi dari jauh. Tapi ya gabisa apa apa. Karena kenal juga enggak. Cowok yang kemudian gue ketahui namanya. Tapi masih gabisa apa apa. Karena kenalan juga ga pernah. Pernah liat senyumnya. Gimana rasanya? Ya kaya es batu di siang hari, lumer. Wajah gue hanya datar, paling deg-deg an aja. Ya ganteng abisnya, aku bisa apa gengs? Ya karena gue juga berusaha stay cool. No one knows, remember?

source : digital-photography-school.com

"Eh lo! Iya jadi jadi tunggu bentar ya, duduk disitu dulu aja, gue nyelesein tugas bentar" Suara Grandy memecah lamunan gue. Mata kami langsung kembali ke arahnya. Tapi dia malah nunjukin wajah mencoba menahan tawa. Mata Ara mendelik seketika. "Gran, dia orangnya?" Mata gue ikutan mendelik juga. Grandy cuma menjawab dengan tertawa tanpa henti. Dan gue melihat anggukan ditengah tawanya.

source : quotefancy.com

Ya gitu. Yang greget dari hidup adalah sifatnya yang unpredictable. Dan kita nggak bisa ngatur. Tau aja enggak, apalagi ngatur. Pikiran gue melayang layang soal cowok itu. Sampai gue liat notifikasi malam itu. He's started following you on instagram. Lucu ya. Bagaimana dua orang yang mungkin mengagumi satu sama lain. Tapi nggak ada yang berani memulai. Cuma bisa mengagumi dari jauh. Nggak berusaha dipertemukan.

source : instagram.com/shinliart

Tapi mungkin segitu aja cukup. Mungkin follow di instagram aja sudah lebih dari cukup. Sudah cukup menyenangkan. Mengetahui namanya. Untuk akhirnya berkenalan dengannya. Dan sekarang mendapat kesempatan berteman dengannya. Mungkin dulu memang cukup segitu saja. Karena kalau lebih dari itu, Mungkin tidak akan semanis sekarang. Yang bisa membuat gue terus tersenyum mengingat momennya.

Salam Hombimba,

Graisa

xoxo


bottom of page