top of page

The Anthology of ‘New Romantics’

There was a time you want to have the loudest scream, the harderst cry, or the happiest laugh


And there’s a time you want to love. someone. deeper than you’ve ever feel.


and this is a story of mine, discovering my own feeling. to you.


Sepertinya gue bukan orang yang gampang dan mudah menggelontorkan jawaban untuk pertanyaan “tipe cowok lo kayak apa?”


Gue selalu menjawab “aduh, sayangnya selalu suka dengan yang pake kacamata, atau chinese, yang kadang berakhir beda agama lagi”


Jawaban abstrak dan nggak terstruktur yang paling gue benci.


Lalu gue menemukan hari itu, gue tidak bisa terlalu ingat bagaimana awal mulanya dan bagaimana tiba tiba gue ada di garis tengah.


Yang pasti, untuk seluruh diskusi yang pernah gue punya dengannya pelan pelan hati gue berbisik “hmm apa ini dia jawabannya?”.

Mungkin awalnya semua hanya bercanda (atau tidak) tapi setiap momennya memberikan validasi apa yang gue cari.


(1) Mengalir. Diskusi kami selalu mengalir dan tidak pernah nampak berusaha terlalu keras untuk tetap ada. Semua obrolan yang terkait sepertinya relevan dengan mudahnya, referensi referensi yang saling bersaut terus mengundang kekehan nggak penting yang rasanya masuk akal.


Bagaimana percakapan ini menyimpan banyak energi yang tidak perlu gue keluarkan rasanya menjadi tolak ukur pertama kenapa ini terasa spesial.


(2) Tersenyum. Membuat gue tersenyum lebih banyak? Mungkin nggak heran karena topiknya adalah sebuah hiburan yang lagi-lagi dapat diterima dengan baik. Toh, jika bukan hiburan pun orang tetap bertanya “kenapa sih senyum senyum?” aneh, gue juga enggak mau senyum, tapi apa yang gue baca dilayar ponsel ini terlalu lucu untuk gue biarkan tanpa menarik garis muka karena ternyata senyum bukan cuma untuk mewakili hal bodoh tapi juga “ah terlalu tepat mem-validasi semuanya, sialan”


(3) Kesamaan ketertarikan. Asli, gue tidak pernah menemukan orang di dunia ini yang memiliki kesamaan tertarikan hampir 90% dalam banyak hal dalam hidup setelah kepergian dia-yang-tidak-bisa-disebut-namanya. Aneh dan senang karena tau bisa ada sarana berbagi tapi banyak hal yang terlalu nampak sempurna hingga menakutkan. Menemukan bahwa ada orang lain yang bisa punya preferensi sama dengan kita secara solid seperti menemukan suatu hal pertama kalinya di dunia, aneh tapi senang.

(4) (unintentionally) Selalu ada. Nggak menyangka hal yang gue rasa paling sulit untuk dipenuhi orang ternyata mudah sekali dilakukannya. Hadir dan mengeluarkan respon yang tepat, tepat waktu dan tepat sasaran. Di momen tricky tapi dilakukannya dengan effortlessly.


(5) Bersambut. Mengerti betul kapan harus stop, maju, mundur, menghindar dan menanggapi dengan tepat dan lugas. Kepekaan dan kesensitivitasan yang kadang kerap juga gue hiraukan tapi dengannya terjaga dan tersampaikan dengan matang. Cerdas dalam memahami situasi dan menghadapi gue. Sungguh hal baru yang kerap bikin terhenyak dan memukau di beberapa kesempatan.


(6) Hubungan yang terjaga dengan baik-baik saja. Tidak berlebihan dan tidak ditunjukkan untuk membuat seluruh dunia tau, benar-benar tau porsi yang tepat untuk menjaga pertemanan yang dibangun untuk tetap baik baik saja. Menunjukkan bagaimana cara bermain yang benar dengan tetap membuat lawan bicaranya nyaman dan lingkungannya tetap aman. Sepele tapi patut diapresiasi.

Ini kembali mengingatkan kepada masa itu. Cinta pertama gue yang memberikan semua kebahagiaan semu ini dalam wujud nyata. Ternyata, hal itu bisa datang lagi dari orang yang berbeda walau dengan masalah yang sama meski mungkin tidak menawarkan kesempurnaan seperti sebelumnya.


Gue patut bersyukur dengan keseimbangan situasi yang tercipta lumayan menetralisir harapan yang berebut ada. Banyak juga hal yang pun gue kerap pertanyakan, mengganggu, nggak seirama, menyebalkan, atau kesadaran pribadinya tidak sebaik itu. Tapi itu mungkin cara dunia memanusiakannya.


Well, gue sungguh berterima kasih bagaimana ia menjaga garis lurus yang terbentang di ujung batas kaki kami yang menolak untuk dilangkahi. Bersikukuh dengan prinsip dan keyakinan bahwa sumber tawa ini cuma sementara, momen manis yang bisa dikenang kapan saja tanpa harus dimiliki. Pilihan yang tepat untuk tidak merusak apapun yang pernah dibuat.


Melihat paparan ini menyadarkan gue relevansinya seperti surat cinta yang dibuat Taylor Swift dalam rant-nya di New Romantics. Situasi situasi sementara yang reckless tapi fearless untuk dijalani.


Sebagaimana sempurna tidak bisa dimiliki manusia memang kisah cinta menarik ini seperti sepatu kaca Cinderella (gue juga nggak tau apakah ini perumpamaan yang baik), menarik ditunggu wujud nyatanya walau tak kunjung datang karena kenyataannya, memang tidak akan kemana-mana.


Cerita yang berakhir sama dengan premis permasalahan gue pertama kenapa gue selalu punya ketertarikan dengan orang yang tidak bisa dimiliki.

Namun, dari semuanya, mendapatkan semua validasi pertanyaan, sepertinya sayang dan bahagia yang ada, perasaan yang terlalu menggebu gebu dan perasaan selalu ingin growing kerap mengonfirmasi bahwa tidak dimiliki pun tidak apa apa. Karena sekedar ada, terasa nyata dan pernah ditunjukkan dalam hidup ini pun sudah lebih dari cukup.


Apalagi bisa buat gue menulis blog lagi? Wah teman-teman gue tau pasti betapa spesialnya.


Ternyata memang tidak semua hal bisa kita lakukan secara berlebihan. Sebagaimana hidup harus dilakukan secukupnya, all the biggest stuff in our live should remain normal, not to be loudest, hardest, happiest, or even deepest.

Because it may lead to hurt you the baddest.


Love, me!

xoxo

bottom of page