top of page

Review: Dua Jejak by Aqessa Aninda (SPOILER ALERT)


Dua Jejak | 7/10

Aqessa Aninda

Elex Media

2019

 

Setelah kehilangan jejak Kinan (Satu Ruang, 2018), Satria berusaha fokus dengan hidupnya dan mencari distraksi lain. Untungnya ada Sabrina di sampingnya yang selalu membuatnya waras dan sadar untuk tidak terlalu tenggelam dalam kesedihannya.

Melihat Sabrina yang selalu ada untuknya dan memegang kepercayaan bahwa move on mungkin perlu dibantu orang lain, Satria akhirnya memantapkan diri untuk membawa hubungannya dengan Sabrina lebih dari sekedar teman. Sabrina juga merasa ini pilihan yang tepat setelah ia sudah lelah mengejar angannya dengan Abi setelah kata-kata Abi yang menyinggungnya.

Nyatanya, pilihan itu tidak menyelesaikan masalahnya keduanya. Baik Sabrina dan Satria masih dibayangi masalah mereka yang belum selesai. Ketika kesadaran bahwa keduanya sama-sama bukan piliihan pertama satu sama lain, lantas apakah bertahan dan saling membantu saja cukup? Malah, apakah keduanya benar-benar saling membantu? Apa justru memang setiap orang harus menyelesaikan masalahnya sendiri dulu sebelum membantu yang lainnya?

Dua Jejak menjadi penutup kisah Satria dan benang kusut cinta segitiga yang selalu ada di hidupnya. Our beloved, Radhi & Rinka masih menjadi penyegar dan punya andil yang kuat dalam cerita ini

Tidak cukup Alisha yang meninggalkannya untuk pria lain sebelum ia sempat mengungkapkan perasaannya, melepas Athaya untuk rekan kerjanya, Satria lagi-lagi dibabat habis oleh penulis dengan kembali ditinggalkan oleh perempuan lain. Kali ini Kinan dan lagi-lagi penyebabnya karena pria lain.

Sepertinya cinta segitiga menjadi topik utama dari trilogi ini yang membuat Aqessa hobi banget menyakiti perasaan karakter favorit pembaca.

Rasanya tidak puas menusuk-nusuk perasaan Satria dengan menempatkan ia menjadi yang selalu ditinggalkan perempuan kesayangannya, Aqessa nggak segan untuk semakin memporakpondakan karakter Satria dari yang paling gue kagumi karena kesopanan dan kemanisannya menjadi karakter yang paling gue benci dengan sifatnya yang tidak lebih dari self-centered, arogan, terburu-buru, dan seorang pecundang.

Mungkin dua seriesnya mengantarkan karakter Satria yang mudah meluluhkan perempuan. Apalagi dengan background ia selalu ditinggalkan orang yang disayangi. Tapi sebenarnya kalau diingat lagi, Satria hanya seorang asshole yang selalu lari dari masalahnya, merasa bersama orang lain dapat menyelesaikan masalahnya, dan pada akhirnya merugikan orang lain akibat pilihannya sendiri.

Masih ingat dipikiran bagaimana Satria tau bahwa Atthaya menyukai Ghilman, tapi tetep dipepet abis sama dia. Padahal dia sendiri belum berdamai sepeninggalan Alisha. Akhirnya? Atthaya merasa bahwa kayaknya nggak ada tempat di hati Satria.

Sekarang? Lagi-lagi Satria segala mengajak perempuan lain untuk menggeser sebuah masalah dengan cara pacaran sama dia. Sabrina ia piih tepat ketika dia belum merelakan Kinan seutuhnya. Ditambah dengan kondisi yang ia tidak konfirmasi betul-betul ke Sarina apakah Abi sudah hilang 100% dari hidup perempuan itu.

Satria selalu menjadi sosok yang terburu-buru memutuskan bahwa bersama dengan perempuan lain bisa merelakan masalah yang ada di hidupnya. Menyakitkan membaca setiap kali Satria bersama Sabrina, nggak ada yang orang ini pikirkan selain Kinan, Kinan dan Kinan. Sebegitu tidak pedulinya ia dengan Sabrina

Lebih menyakitkan lagi tau bahwa Sabrina merasa segitu bersalah ke Satria karena kehadiran Abi, padahal dia nggak pernah tau bahkan Satria nggak pernah ada nyawa selama bersamanya dan berapa kali Satria menambah effort demi princess-nya itu.

"Waktu kamu ajak aku jalan, aku tau aku bukan pilihan pertama kamu. Aku udah siap dengan semua konsekuensi itu. Tapi pada kenyataannya, lihat kamu cari penyakit sendiri karena dia bikin aku...rasanya nyesek" - Sabrina (p. 303)

Arogansi Satria tampak jelas ketika sangat agresif terhadap Arinka demi mendapatkan informasi yang dia mau tanpa menghargai perasaan siapapun dan emosi berlebihannyanya ketika mengetahui hubungan Sabrina dan Abi, merasa paling benar seakan tidak berkaca pada waktu-waktu ia mencari Kinan dan rela sakit karena seorang Kinan.

Gue mungkin terdengar jahat tapi Kinan nggak lebih baik dari Satria. Mungkin gue terdengar ignorance dan tidak sensitif terhadap isu yang dimiliki Kinan, tapi Kinan adalah cerminan betapa egoisnya dan insensitive-nya seorang manusia, bahkan rela meluntang-lantungkan orang yang digadang-gadang "ia sayangi" demi kepentingannya sendiri.

Kinan bisa aja menolak Satria dan menegaskan agar Satria tidak menganggunya lagi, tapi dia nggak melakukan itu. Kenapa? Karena dia simply nggak mau keilangan Satria, namun di sisi lain ninggalin Satria tanpa memikirkan apapun selain perasaan dan masalahnya sendiri. Udah gitu, masih diromantisasi dengan Satria merasa "maaf aku nggak menjadi teman yang baik untuk kamu" WTF?! She's the one who kicked you from her life, dude?!

Kemuakan yang gue terima dari decision yang diambil Satria maupun Kinan membuat gue mati rasa di akhir cerita yang bahkan masih berusaha membuat Kinan tampak lebih istimewa, memposisikan Sabrina dulu nothing.

Terima kasih sudah mendengarkan gue marah-marah.

Itu adalah contoh seberapa kuatnya penulisan karakter dan konsistensi yang ditulis oleh Aqessa sehingga gue sebagai pembaca bisa mengamati dengan baik bahwa pilihan-pilihan hidup tiap karakternya memang memiliki kecendrungan yang sama di trilogi novelnya.

Perlu diapresiasi lainnya bahwa penulis tampak berusaha kuat menunjukkan realitas di dunia, di mana nggak ada manusia sempurna. Sesempurnanya Satria yang digambarkan di series sebelumnya nyatanya emang nggak punya perasaan aja ini orang dasarnya.

Novel ini bisa menjadi pilihan tepat untuk studi mempelajari kesehatan mental dan people behavior.

The second series might got me fallin in love with the twist on the epilogue and gave me a goosebumps as La La Land did. But this one got me nothing but mad.

Di antara semuanya, Abi mungkin salah satu karakter yang sangat bisa diterima. Posesifnya mungkin bikin orang kesel, tapi alasan-alasan dibaliknya tampak bisa diterima akal sehat dan tidak mengada-ngada.

Mungkin gue dianggap yang nggak ngerti pesan yang ingin disampaikan, pesan bahwa kita harus menyelesaikan masalah kita dulu sebelum membantu orang lain tapi udah keburu kesel liat kelakuan tiap karakternya yang berasa nggak punya perasaan semua.

Udah ah, sumpah capek banget marah marah dan ngomel tiap baca perlembarnya memaki Satria. Baca sendiri, semoga kamu bisa lebih berhasil mengartikan pesannya dan nggak terlanjur emosi seperti gue.

Salam Hombimba,

Graisa

xoxo


bottom of page