top of page

Review One of Us Is Next by Karen M. McManus



One of Us is Next | 8/10

Karen M. McManus

Penguin Random House

2020

 

18 bulan semenjak ditutupnya kasus kematian Simon Keller, keempat siswa yang terlibat - Addy, Nate, Bronwyn, dan Cooper telah lulus dari Bayview High School dan melanjutkan kehidupan mereka masing-masing.


Namun, Bayview sendiri tidak pernah lepas dari drama yang menghantuinya. Alih-alih menggambarkan dari sudut pandang 4 karakter sebelumnya, POV di sequel ini mengisahkan 3 siswa berbeda yakni Maeve (yang sempat diperkenalkan sebagai adik perempuan Bronwyn sebelumnya), Knox dan Phoebe.


Setelah banyak jenis akun gossip yang mencoba peruntungan ala akun Simon namun kerap gagal, tiba-tiba muncul satu akun yang mengenalkan dirinya sebagai akun gossip dengan konsep berbeda: Truth or Dare. Mengirimkan pesan permainan kepada seluruh siswa Bayview.


Maeve dan sahabatnya (juga mantan pacarnya), Knox, berusaha tidak menghiraukan permainan tersebut sampai akhirnya Phoebe, teman sekolah yang juga bekerja di Diner tempat mereka nongkrong menjadi sasaran permainan tersebut. Kerumitan cerita semakin berlanjut ketika nama Maeve dan Knox juga tercatut pada permainan.


Namun, sebagaimana penulis ingin menawarkan kerumitan yang lebih kompleks, selain 3 karakter ini terdapat beberapa karakter pendukung lainnya yang memiliki andil besar terhadap keutuhan jalan cerita. Tidak hanya siswa sekolah tapi juga melibatkan orang tua, masa lalu, dan juga rekan kerja.


Di samping misteri untuk mengetahui dibalik dalang permainan, masih ada pula love story yang disematkan di antara para karakter, keterlibatan karakter lama juga masih menjadi benang merah cerita di sekuelnya ini. Kalau rindu akan kemanisan Nate dan Bronwyn, kisahnya masih berlanjut. Begitu juga dengan kehadiran Addy dan Cooper yang masih suka muncul.



One of Us Is Next tampil lebih tense di puncaknya dengan kompleksitas solusi lebih tinggi. Walaupun ancamannya tidak terlalu padat tapi background permasalahan lebih heavy dan melibatkan banyak pihak sehingga ketegangannya lebih berasa. Masalahnya ga hanya berporos di permainan, tapi tiap karakter harus dealing sama personal life mereka juga.


Yang gue suka adalah bagaimana cerita ditutup. Kalau di One of Us is Lying setelah ketawan siapa pelakunya, epiloguenya masih panjang lagi nyeritain encore dari kehidupan masing-masing individu yang yaudah aja gitu. Sementara di sekuelnya ini penulis gamau ambil rugi dengan terus memborbardir kerumitan cerita bahkan masih dikasih surprised juga di paragraf akhir bahwa ternyata cerita nggak cuma selesai ketika kita tau siapa pelakunya.


Satu yang nggak bisa dipungkiri bahwa awalnya cukup bertele-tele sehingga cepat membuat pembaca bosan. Prolognya kemana-mana, love story nya juga berat diawal yang rasanya nggak penting, terasa irrelevant, dan bikin pembaca nunggu "mana nih keseruannya?"


Kayaknya ada beberapa karakter juga yang wasted, dan nggak tau pengaruhnya di akhir-akhir. Ada juga karakter yang akhirnya nggak dikasitau deh tuh jadinya gimana.


Untuk segi kemanisan kisah cinta, gue masih bisa menikmati lah. Kelucuan anak SMA yang kayaknya malu malu kucing dan berusaha being a hero. I also like the scene of Knox with his sisters or his parents - entah kenapa.


Bisa aja gue rekomendasiin buku ini dengan rate yang lebih tinggi juga kalau aja prolognya nggak too much. Yang mau baca, harap sabar di awal. It def takes time to get the heat of the story.


Surely can't be compare with the first one because the phase and problem is different, another story to follow.


Salam Hombimba,


Grey

xoxo

bottom of page