top of page

Review Yowis Ben (2018): Drama dan Musik dari para Remaja Jawa

Yowis Ben (2018)

from Indonesia

Distributed by: Starvision Plus

Directed by Fajar Nugros & Bayu Skak| Written by Bagus Bramanti, Gea Rexy, Bayu Skak

Starred : Bayu Skak, Cut Meyriska, Joshua Suherman, Brandon Salim

 

Ada lebih dari 100 film Indonesia yang rilis tiap tahunnya. Gimana cara membuat film yang berbeda? Yang bisa outstanding di antara lainnya dan mudah diliat orang? Ketika film lain berlomba untuk melakukan segala jenis keunikan dalam marketing atau promo film supaya bisa viral dan menarik orang yang nonton, sepertinya berbeda sama yang dilakukan film ini.

Yowis Ben menghadirkan film dalam balutan komedi yang disampaikan lewat bahasa Jawa. Ya, 80% dari keseluruhan film menggunakan dialog bahasa Jawa beriringan dengan subtitle bahasa Indonesia. Mencoba berdiri di antara film drama komedi lainnya yang punya alur cerita beda tipis namun mengangkat perbedaan yang paling mencolok yaitu bahasa.

Berapa banyak sih film Indonesia yang hingga 85% bahasanya menggunakan bahasa daerah tanpa harus melibatkan alur cerita rumit dengan pesan implisit ala film-film festival, atau kisah sejarah dan pahlawan? Yang cukup simple, ringan, dan bisa dinikmati tanpa harus mikir berat. Mungkin ada tapi nggak banyak dan untuk gue, Yowis Ben salah satu yang perlu dipertimbangkan.

source: hipwee.com

Bayu (Bayu Skak) udah naksir lama sama Susan (Cut Meyriska) sampai akhirnya Susan menanggapi Bayu supaya bisa dikasih diskon pecel yang dijual Bayu untuk acara OSISnya. Bayu merasa Susan menganggap dia nggak cukup keren selayaknya Roy (Indra Wijaya) yang jago main gitar. Bersama sahabatnya, Doni (Joshua Suherman), mereka membuat Yowis Ben mengajak Nando (Brandon Salim) dan Yayan (Tutus Thompson). Ketika Yowis Ben sudah mulai terkenal, Susan mulai mendekati Bayu lagi yang kemudian menjadi distraksi untuk Bayu dengan bandnya. Hubungan Bayu kian renggang dengan Yowis Ben maupun Susan ketika ia makin plin plan memutuskan harus memprioritaskan siapa.

Filmnya bikin seneng yang nonton karena dari premisnya udah sederhana banget, anak band yang butuh pengakuan lalu ke distract dan jadi pada ribut cuma karna seorang perempuan. Ceritanya gampang dicerna dan dinikmati. Pemilihan tiap adegannya nggak terlalu mengada-ada tapi ya natural-level-film aja sebagaimana remaja cowok labil yang emang pengen banget narik perhatian cewek. Joke yang disampaikan nggak berlebihan, masih ala Bayu Skak dengan banyaknya kata "Jancok" yang keluar.

Suasana SMA, diskusi Bayu-Doni, usaha Bayu ke Susan, problematika remaja dengan para orang tuanya rasanya udah lekat sama kita yang suka nonton film drama-drama cheesy ini. Pembawaannya dalam bahasa Jawa seakan bikin film ini sedikit lebih fresh dan diampuni untuk alasan kenapa film ini nggak dikategorikan sebagai FTV.

"Dimanapun kamu berada, kamu harus jadi orang yang bermanfaat buat orang lain dan nggak boleh jadi anak yang egois"

- Ibu

Walaupun banyak yang bilang akting para artisnya sulit untuk dimaafkan, belum lagi dengan kehadiran Cut Meyriska yang entah kenapa sulit untuk diterima kecocokannya di film layar lebar, tapi gue sangat mengapresiasi bagaimana pemilihan pemeran lainnya. Deretan nama seperti Bayu Skak, Joshua Suherman, Devina Aureel, Indra Wijaya adalah ikon ikon Jawa Timur, jadinya ketika ngomong bahasa Jawa nggak terdengar kaku atau trying so hard. ++ Brandon Salimnya cakep banget subhanallah!

Banyak cowok-cowok yang beranggapan bahwa salah satu yang menyelamatkan film ini adalah involvement deratan musik dengan beat yang enak untuk didengerin. Lirik jawa dan genre ala punk rock berhasil bikin ketika film ini turun layar, lagunya masih terus terngiang di kalangan penonton cowok.

Buat yang biasa nonton film dengan pesan yang dalam dan alur cerita yang kompleks pasti akan menganggap film ini nggak banget ada di bioskop. Karena kesederhaan cerita, konflik dan keputusan-keputusan tiap karakternya yang justru bikin pengen rolling eyes.

Belum lagi ada beberapa logika yang nggak masuk juga kaya bagaimana fame yang didapet rasanya cepat, penggunaan bahasa yang nggak konsisten padahal latar tempatnya sendiri di Malang, atau kaya banyaknya karakter yang nggak digodok dengan kuat kaya Yayan atau bapaknya Nando - ganggu aja gitu.

Untuk kelas Bayu Skak yang bermula sebagai youtuber sementara di film ini dia ikut ngebantu Fajar Nugros mengarahkan film secara keseluruhan, this is absolutely not bad.

Beberapa waktu terakhir emang kayaknya Starvision lagi suka bikin film yang nggak cuma menghibur tapi juga beda. Kayaknya ada perspektif anti-mainstream yang pengen diangkat, walaupun hasilnya mungkin nggak se-booming film-film lainnya yang mengusung artis ternama atau konsep cerita yang standard.

Film-film starvision terkesan nggak cuma pengen ngejar penjualan tapi ingin menyampaikan beberapa keresahan pihak yang nggak tersampaikan. Fokusnya hanya untuk menghibur dan menyampaikan pesan.

Pun begitu, buat gue tetep penting untuk mengemas filmnya dengan pilihan pemeran yang emang bisa akting, dibuat ceritanya sedikit lebih kompleks sehingga orang beranggapan bahwa levelnya emang bukan kelas FTV. Sayang kalau ga, konsepnya udah oke, uang yang dikeluarin udah banyak, tapi eksekusinya ya sekedar beda aja tapi nggak berisi.

source: kumparan.com

Btw, denger-denger film ini mau ada lanjutannya lagi ke Yowis Ben 2. Gue sih mau tau akan dibawa kaya gimana lanjutannya dan semoga bisa tertutupi loophole yang ada di film ini. Cyaaa ga sabar!

Salam Hombimba,

Graisa

xoxo

bottom of page