top of page

Review The Perfect Husband (2018): The Perfect Illogical Movie (SPOILER)


The Perfect Husband (2018)

Indonesia

Produced by Screenplay Film & Legacy Pictures

Directed by Rudi Aryanto| Based on Novel The Perfect Husband by Indah Riyana

Starred : Amanda Rawles, Dimas Anggara, Maxime Bouttier, Slamet Rahardjo

Disclaimer: Review including spoiler

 

Apa sih kira-kira yang dulu kamu pusingin waktu masih duduk di SMA? Gue menjalani SMA di rentan tahun 2010-2013, gue rasa engga jauh beda sama kebanyakan anak SMA sekarang. Walaupun mungkin sekarang ini udah lebih didominasi sama gadget, sosial media, atau make up. Ya gapapa juga. SMA untuk gue cuma sekedar memikirkan mau masuk kuliah mana, jurusan apa, PR gimana, bimbel, tryout, atau sekedar curi-curi ngelirik kaka kelas. Tapi kayaknya semua itu nggak dikenal di dunia My Perfect Husband ini.

Ceritanya menawarkan angan-angan dengan mengangkat konflik yang rasanya susah untuk diterima akal sehat walaupun sebenernya terkandung pesan yang cukup dalam di filmnya.

Ayla (Amanda Rawles) yang masih duduk di bangku SMA, tiba-tiba dijodohkan oleh ayahnya (Slamet Rahardjo) dengan Arsen (Dimas Anggara) yang berprofesi sebagai pilot dan juga anak sahabatnya Ayah. Di samping kebingungannya dengan adanya perjodohan di masa modern ini, ia juga males menanggapi Arsen yang dianggapnya sudah lebih tua. Lagian dia juga udah punya pacar yaitu si rocker, Ando (Maxime Bouttier). Berbekal keniatan Arsen untuk membahagiakan orang tuanya, ia terus berusaha mendekati Ayla walaupun Ayla berkali-kali menolak mentah-mentah dan terus mengerjainya. Gerah dengan sikap Arsen dan Ayah, Ayla berencana menyiapkan rencana kawin lari sama Ando.


Dari plot dan konflik yang ada film ini cukup jelas tujuan dan pertanyaannya yaitu cuma, jadi akhirnya Ayla sama Arsen apa engga?

Trailernya membuat gue tertarik sama film ini. Selain karena kesan yang dibawa fresh, karakter Amanda Rawles yang cukup berbeda dengan film dia lainnya, plus disandingkan pula dengan Dimas Anggara dan Slamet Rahardjo. Jika emang film ini nggak punya pesan yang bagus banget ala Kapan Kawin (Ody Harahap, 2015) atau kisah cinta dengan perspektif beda ala Dear Nathan (Indra Gunawan, 2017) minimal cukup menyenangkan lah untuk ditonton kaya misalnya Ada Cinta di SMA (Patrick Effendy, 2016).


Gue enggak mempermasalahkan perjodohan. Seorang anak dikenalin sama anak dari sahabat orang tuanya itu biasa banget, I can relate in any ways. Tapi yang aneh adalah di sini Ayla bener-bener diminta tanpa dijelasin kenapa harus sama si Arsen. Nggak ditekankan bahwa Arsen ini ganteng maksimal, tajir parah, punya masa depan jelas, atau mungkin Ayahnya punya hutang sama papanya Arsen. Yang dijelasin cuma....ini anak dari sahabat ayahnya.

Disamping keanehan pemeran bapak dari seorang anak SMA udah seusia Slamet Rahardjo, please deh....Ayla masih SMA woy?!!! Alih-alih nyuruh anaknya fokus belajar dan menggapai cita-citanya, bapaknya malah gencar banget buat jodohin anaknya dan minta anaknya kawin sama Arsen.

Kalau mau diliat dari film secara keseluruhan - diluar novelnya yang gue juga engga baca, gue gatau referensi penulis naskah untuk menggambarkan cerita anak SMA ini dari mana. Emang di tahun segini, menggambarkan anak begundal itu dengan orang yang suka musik rock dan bergaya ala rocker gitu? Terus ceweknya kecintaan setengah mati dan gampang banget penyelesaian lewat 'kawin lari' (???) Gue rasa anak SMA sekarang juga tau betapa banyaknya uang yang dibutuhin untuk nikah yang instagramable, jadi nggak ada ceritanya tuh ide kawin lari terbersit.

Yang menjadi masalah adalah logika karakter ketika dipertemukan sebab akibat itu juga nggak ada, sehingga gue yang nonton juga bertanya-tanya landasan dari tiap keputusan yang dipilih sama karakter karakter tersebut.

Dalam perjodohan ini pertimbangan Arsen cuma mau membahagiakan orang tuanya dengan ikutin kata mereka karena kapan lagi bahagiain orang tua katanya. Udah. Nggak ada alesan lain di mana dia impressed sama kelakuan baik Ayla yang bikin dia yakin Ayla itu calon istrinya.

Tapi tiba-tiba aja ini orang suka banget dan gencar banget ngikutin Ayla. Terus logikanya belok lagi ketika ibunya nentuin untuk dia ga usah sama Ayla karena attitude Ayla yang ga sama kaya keluarganya jadilah ditentuin sama cewek lain. Ehh si kocak malah ngejar Ayla. LAH tadi katanya landasan dia mau dijodohin cuma mau bahagiain orang tua, tapi terus nggak mau nurut. GIMANA SIK JADINYA?


Moodnya juga berantakan, awalnya Ayla baik, terus galak, terus biasa aja. Abis itu baik lagi, damai, eh tiba-tiba brengsek lagi. Tiba-tiba Ayla teriakin Arsen, moodnya dibawa udah tegang banget eh ujungnya ternyata Arsennya juga biasa aja. Anjir maunya apa sih ini film??!

Kalau cuma untuk nikmatin dan butuh hiburan tanpa mikir sih mungkin 75% film bisa lah ditonton. Masuk ke 25% terakhir, Ayla mulai ngasal nggak jelas. Bilangnya gamau sama Arsen dan dia udah nggak virgin lagi. Statement ini malah bikin Ayahnya akhirnya meninggal, eh ternyata part nggak virgin itu boong dong!!! Ya Allahhh emosi jiwa, sebuah logika yang dirancang untuk pengalihan tapi malah membunuh seorang karakter.


Gue kira pesan yang pengen disampaikan adalah bahagiain orang tuamu selagi ada karena kita nggak tau kapan dia pergi. Oke, dalem banget kan tuh maksutnya. Tapi dengan apa? Setuju untuk menikahi orang yang nggak lo cinta? Atau setuju untuk nggak memprioritaskan sekolah dan lebih milih nikah? Berbohong sampe mengakibatkan orang tua lo meninggal? Apa gimana sih?


Selain karena gue sangat menikmati Dimas Anggara yang cuek banget di film ini, secara keseluruhan filmnya susah masuk akal. Ini nggak jauh beda kelasnya dengan FTV SCTV yang nggak perlu ada logika di tiap adegannya.

Hands down.

Salam Hombimba,

Graisa

xoxo


bottom of page